ASKARIASIS
Disusun oleh:
1. Suhendrik Adi P.
2. Rida Maelana W.
3. Vivin Nur F.
4. Rizal Syahrudin
5. Anna Fitria
6. Rifky Reizha
7. Rima Wulandari
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GRESIK
2010/ 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-NYA sehingga dapat menyelasaikan tugas makalah ini yang berjudul “Askariasis“ untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi.
Dalam penyusunan tugas makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini tidak lepas dari bantuan dosen pembimbing
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih terdapat kekurangan, baik mengenai isi maupun cara penulisannya Untuk itu tegur sapa berupa kritik dan saran yang bersifat membangun, penyusun harapkan demi terciptannya sebuah karya ilmiah yang sempurna pada masa yang akan datang.
Maka penyusun mengharapkan, mudah-mudahan dengan pembuatan tugas makalah yang kami buat dapat memberi manfaat dan wawasan bagi pembaca. Penyusun menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Dan penyusun sangat menghargai apabila ada kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Gresik, 7 April 2011
Tim penulis
xi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. xi
Daftar Isi.......................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN : ................................... 1
a. Latar Belakang Masalah............................ 1
b. Rumusan Masalah...................................... 2
c. Tujuan........................................................ 2
BAB II : ISI :.................................... 4
I. Etiologi............................................................ 4
II. Morfologi......................................................... 4
III. Siklus hidup..................................................... 5
IV. Patologi klinik................................................. 7
V. Diagnosis......................................................... 7
VI. Pengobatan...................................................... 8
VII. Prognosis......................................................... 9
VIII. Epidemiologi................................................... 9
IX. Komplikasi...................................................... 9
X. Pencegahan...................................................... 14
BAB III : PENUTUP :…………………........ 16
a. Kesimpulan……………………………… 16
b. Saran…………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 18
xii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (“Soil Transmited Helminths”). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis.
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antihelmentik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.
1
Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).
b. Rumusan Masalah
Pada karya ilmiah ini kami merumuskan berbagai sub-sub bab untuk merincikan suatu masalah dalam karya ilmiah ini yg tentunya tidak lepas dari materi pokok, kami merumuskannya sebagai berikut:
I. Etiologi
II. Morfologi
III. Siklus hidup
IV. Patologi klinik
V. Diagnosis
VI. Pengobatan
VII. Prognosis
VIII. Epidemiologi
IX. Komplikasi
X. Pencegahan
c. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tujuan khusus
1. Memberi pengetahuan bagi pembaca dalam kehidupan khususnya mengenai penyakit parasit atau penyakit yang disebabkan oleh cacing khususnya askariasis.
2
2. Menjelaskan beberapa faktor dalam sterilisasi atau pengobatan dan cara untuk pencegahan penyakit parasit khususnya askariasis.
b. Tujuan umum
Karya ilmiah ini tidak hanya ditujukan kepada para mahasiswa atau hanya kepada pelejar, karena kami yakin yang memunkinkan terserang penyakit parasit bukan hanya para mahasiswa atau pelajar, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengenalkan, bagaimana cara untuk mengobati dan mencegah penyakit parasit, khususnya askariasis.
3
BAB II
ISI
ASKARIASIS
I. Etiologi
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan menagdakan kopulasi serta akhirnya bertelur.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
II. Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior).
4
Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
III. Siklus hidup
Siklus hidup Ascaris
5
Telur bentuk infektif à tertelan manusia à menetas di usus halus à larvanya menembus ddg usus halus à masuk pembuluh darah/limfeà ke sirkulasià jantung à paru à menembus ddg pemb.darah paruà ddg alveolus à rongga alveolus à bronkiolus à bronkus à trakea à faring à laring (Karena di laring ada benda asing: LARVA. Maka terjadilah refleks batuk) à larva tertelan ke esofagus à usus halus (jadi cacing dewasa).
Waktu yg dibutuhkan: 2 bulan
Seseorang yang mengalami askariasis, telur yang berada di dalam ususà akan terbawa fesesà dan mencemari lingkungan. Kalau orang BAB sembaranganà maka feses yang mengandung telur akan mencemari tanahà telur cacing nempel di tangan orang2 yang main tanahà orang kalau mau makan gak cuci tanganà telur infektif tertelan. Telur cacing yang kering juga dapat terbang lewat udara dan bisa langsung hinggap di makananà orang yang makan akan mendapatkan infeksi telur matang.
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus.
Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.
6
IV. Patologi klinik
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Ø Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Ø Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
V. Diagnosis
- Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut. Pemeriksaan feses, 1 gr feses dan NaClà menemukan telur dalam feses. Anamnesisà Cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut, hidung, atau feses. Anak bisa saja muntah cacing atau saat BAB keluar cacingà askariasis.
7
Keluhan pokok yang dirasakan pasien adalah:
- Infeksi ringan sangat sulit dirasakan
- Batuk kering dan sesak napas
- Rasa kembung atau mules pada perut bagian atas
- Nyeri epigastrium menyerupai ulkus peptikum
- Kolik abdomen
- Ada riwayat berak atau muntah cacing
- Anoreksia
VI. Pengobatan
a. Terapi Umum
· Istirahat
· Diet
· Mendamentosa
· Obat pertama:
Pirantel pamoat Dosis tunggal 10 mg/kg BB/hari.
Mebendazol Dua kali sehari 100 mg selama 3 hari.
Piperazin sitrat Dewasa 3,5 g sebagai dosis tunggal selama 2 hari.
Levamisol 50-150 mg dosis tunggal.
Ivermectin Dosis tunggal 200 mg/kg BB
Albendazole dosis tunggal 400 mg
· Obat alternatif
Ø Heksiresorsinal 1 gram + 30 gr MgSO4, diulangi 3 jam kemudian
Ø Bitoscanate
b. Terapi komplikasi
Umumnya dibutuhkan tindakan bedah
8
VII. Prognosis
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis baik.
Kesembuhan askariasis mencapai 80 hingga 99%.
VIII. Epidemiologi
Parasit ini terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan sanitasi yang masih buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis masih sangat tinggi, terutama pada anak yang berusia 1-10 tahun. Di negara yang sudah maju, angka kejadian ini sudah sangat rendah.
IX. Komplikasi
1. Spoilative.
Anak yang menderita askariasis umumnya dalam keadaan distrofi, pada penyelidikan ternyata askaris hanya mengambil sedikit karbohidat dari hospes, sedangkan protein dan lemak tidak diambilnya. Juga askaris tidak mengambil darah hospes. Kesimpulannya, distrofi pada pasien askariasis disebabkan oleh diare dan anoreksia.
2. Toksin.
Menurut kepustakaan ekstrak askaris yang disebut askaron yang kemudian ketika disuntikan pada binatang percobaan (kuda) menyebabkan renjatan dan kematian. Tetapi pada penyelidikan berikutnya tidak ditemukan toksin spesifik dari askaris, Mungkin renjatan yang terjadi tersebut disebabkan protein asing.
3. Alergi.
Terutama disebabkan oleh larva yang dalam siklusnya masuk ke dalam darah, sehingga setelah siklus pertama timbul alergi terdapat protein askaris. Kemudian pada siklus berikut dapat timbul manifestasi alergi berupa asma bronchiale, urtikaria dan sindrom Loffler.
9
Sindrom Loffler merupakan kelainan karena terdapat infiltrat (eosinofil) dalam paru menyerupai bronkopneumonia atipik.Infiltrat cepat hilang sendiri dan cepat timbul lagi di bagian paru lain.Gambaran radiologis menyerupai tuberculosis miliaris. Di samping itu terdapat hipereosinofil (40-70%). Sindrum ini diduga disebabkan oleh larva yang masuk ke dalam lumen alveolus diikuti oleh sel eosinofil. ( Masih diragukan karena di Indonesia kasus ini jarang ditemukan walau kasus askariasis banyak).
4. Trauma.
Askaris dapat menyebabkan abses pada dinding usus, perforasi dan kemudian peritonitis. Yang lebih sering ialah cacing askaris itu berkumpul dalam usus, menyebabka obstruksi usus dengan segala akibatnya. Bial terdapat kasus demikian supaya segera dilakukan pemeriksaan radiologis untuk menentukan letak obstruksinya. Pada obstruksi cacing yang berat memerlukan tindakan pembedahan.
10
| |
11 | |
| |
| |
5. Menimbulkan rasa mual
Askaris jika berada di lambung dapat menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut terutama di daerah epigastrium, kolik. Gejala akan hilang bila cacing telah keluar bersama muntah. Dari nasofaring cacing dapat masuk ke tuba eustachii sehingga dapat timbul otitis media acut (OMA). Kemudian bila terjadi perforasi cacing akan keluar. Cacing juga dapat dari nasofaring masuk ke laring, trachea, dan bronchus sehingga dapat terjadi asfiksia.
12
Askaris dapat menetap di dalam duktus koledokus dan bila menyumbat saluran tersebut dapat terjadi ikterus obstruktif. Cacing dapat juga menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder hati. Jika terdapat dalam jumlah banyak di kolon, dapat merangsanf dan menyebabkan diare yang berat dan timbul apendisitis akut.
6. Iritatif.
Terutama terjadi jika terdapat banyak cacing dalam usus halus maupun kolon. Akibatnya dapat terjadi diare dan muntah sehingga menyebabkan dehidrasi dan asidosis, dan bila menahun dapat terjadi malnutrisi.
7. Komplikasi lain.
Dalam siklus larva dapat masuk ke otak sehingga timbul abses-abses kecil, ke ginjal menyebabkan nefritis, ke hati menyebabka abses kecil dan hepatitis. Di Indonesia komplikasi ini jarang terjadi, tetapi di Srilangka dan Filipina banyak menyebabkan kematian.
13
X. Pencegahan
Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Lebih rincinya pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
1. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
5. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit .
7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
8. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.
9. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti:
Ø Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
14
Ø Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
Ø Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
Ø Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
10. Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih dahulu dengan pirantel pamoat.
15
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Setelah kami mejelaskan dan menguraikan dalam setiap bab dan sub babnya, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Penyakit ini penyakit terbesar kedua di dunia yg disebabkan oleh parasit atau cacing, maka sangat penting untuk kita mengetahui penyakit tersebut. Pada dasarnya penyakit ini tidak membahayakan, kemungkinan untuk sembuh mencapai 80 hingga 99%. Parasit ini cukup unik dalam bertumbuh yaitu dengan cara telur bentuk infektif à tertelan manusia à menetas di usus halus à larvanya menembus ddg usus halus à masuk pembuluh darah/limfeà ke sirkulasià jantung à paru à menembus ddg pemb.darah paruà ddg alveolus à rongga alveolus à bronkiolus à bronkus à trakea à faring à laring (Karena di laring ada benda asing: LARVA. Maka terjadilah refleks batuk) à larva tertelan ke esofagus à usus halus (jadi cacing dewasa). Dalam waktu dua bulan.
Pencegahan merupakan suatu hal yang penting daripada mengobati, pencegahan timbulnya penyakit parasit ini dimulai dari hal yang sangat kecil, misalnya Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman. Dan masih banyak upaya untuk pencegahan yang lainnya.
16
b. Saran
Dalam karya ilmiah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan karya ilmiah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya:
· Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang agama islam dan semua masalah dalam islam yang terkait dengan hukum islam.
· Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam isi maupun yang lain, dan juga kesalahan dalam penulisan karya tulis ini.
· Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
17
DAFTAR PUSTAKA
3. Nugroho Taufan. 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika.
4. Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
5. Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aesculapius.
6. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Dinas Keseharan R.I.
18